Selasa, 01 Juni 2010

Tujuan Komunikasi Politik...........

“Setiap sesuatu yang kita lakukan dalam aktivitas sehari-hari,baik berdimensi pribadi, social maupun ke-Tuhanan tentulah mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Demikian halnya dengan kita, mereka, maupun para politisi melakukan praktek-praktek komunikasi politik”. (Mas Joko)



Komunikasi politik merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan oleh seorang politikus maupun partai politik untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu, bahkan masyarakat secara luas juga terlibat dalam kegiatan komunikasi politik baik disengaja maupun tidak dengan motif dan tujuan masing-masing. Secara umum ada tiga tujuan komunikasi politik, yaitu : Sebuah Upaya membentuk citra (image) politik, membentuk pendapat umum, dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum.

Citra Politik
Salah satu tujuan komunikasi politik adalah menciptakan, membangun, dan memperkuat citra (image) politik di tengah masyarakat, khususnya pemilih. Citra politik juga dapat melemah, luntur dan hilang dalam sistem kognitif masyarakat. Citra politik memiliki kekuatan untuk memotivasi aktor atau individu untuk melakukan suatu hal. Citra politik tersebut terbentuk berdasarkan informasi yang diterima masyarakat, baik langsung maupun melalui media massa. Citra politik berkaitan dengan pembentukan pendapat umum karena pada dasarnya pendapat umum politik terbangun melalui citra politik. Sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognitif dari komunikasi politik.
Citra politik menurut Cangara (2007) adalah idenditas politik, yang merupakan visualisasi dari atribut yang diberikan dan dipersepsikan oleh pihak luar tentang seorang kandidat maupun partai politik. Citra politik dalam hal ini bisa berupa reputasi dan kredibilitas seorang kandidat maupun partai politik yang dipersepsikan oleh masyarakat luas. Semakin baik reputasi dan kredibilitas seorang kandidat maupun partai politik, maka akan semakin besar peluang untuk dipilih masyarakat dalam pemilihan umum.
Para politikus sangat berkepentingan dalam menciptakan, membangun, dan memperkuat citra politik positif mereka melalui komunikasi. Citra politik yang positif dari suatu partai politik maupun kandidat akan memberikan efek yang positif pula terhadap pemilih guna memberikan suaranya dalam pemilihan umum.
Dengan demikian, citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian dan pengidentifikasian peristiwa, gagasan, tujuan atau pemimpin politik. Citra politik juga membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat diterima secara subyektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang referensi politik. Citra politik akan menjadi perhatian penting jika seseorang menganggap bahwa dalam memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis hanya dapat diatasi dan dilakukan oleh negara. Orang bertukar citra politik melalui komunikasi politik sebagai cara untuk menyelesaikan konflik dan mencari konsensus dalam upaya manusia dan masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
Komunikasi politik dalam prakteknya sering kali memainkan peran ganda kaitannya dengan citra politik. Disatu sisi untuk membangun citra politik positif bagi, disisi lain dilakukan untuk menghancurkan citra lawan politik. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa kehancuran citra suatu lawan politik berarti suatu keuntungan bagi seseorang politikus (kandidat) maupun partai politik untuk membangun citra politiknya dan mendapat dukungan politik dari masyarakat.
Pendapat Umum

Komunikasi politik juga bertujuan untuk membentuk, membina serta mempertahankan pendapat umum (opini public). Pendapat umum merupakan fenomena komunikasi politik yang sudah cukup lama menjadi perhatian, baik oleh para politisi maupun oleh para akademisi. Hal tersebut dapat dipahami karena pada hakikatnya pendapat umum di negara demokrasi dapat disebut sebagai sebuah kekuatan politik. Pendapat umum sering diposisikan sebagai kekuatan keempat setelah kekuatan lainnya dalam konsep trias politika (pembagian kekuasaan) yang diungkapkan Montesqueu, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Dari sekian banyak pengertian yang disampaikan oleh banyak orang maupun para pakar tentang pendapat umum, setidaknya definisi yang diungkapkan Hafied Cangara di bawah ini dapat mewakili dan memberikan pemahaman konferhensif tentang pendapat umum.

Pendapat umum ialah gabungan pendapat perseorangan mengenai suatu isu yang dapat mempengaruhi orang lain, serta memungkinkan seseorang dapat mempengaruhi pendapat-pendapat tersebut. Ini berarti pendapat umum hanya bisa terbentuk kalau menjadi pembicaraan umum, atau jika banyak orang penting (elit) mengemukakan pendapat mereka tentang suatu isu sehingga bisa menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota masyarakat.

Selanjutnya, untuk membentuk pendapat umum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu; pertama, harus ada isu yang aktual (peristiwa atau kata-kata), penting dan menyangkut kepentingan pribadi kebanyakan orang dalam masyarakat atau kepentingan umum yang disiarkan melalui media massa. Kedua, harus ada sejumlah orang yang membicarakan serta mendiskusikan isu tersebut, yang kemudian menghasilkan kata sepakat mengenai sikap, pendapat dan pandangan mereka. Ketiga, pendapat mereka harus diekspresikan atau dinyatakan dalam bentuk lisan, tertulis dan gerak-gerik.

Dalam hal ini, media massa sebagai saluran komunikasi politik memiliki peranan yang cukup signifikan untuk membentuk pendapat umum di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak politisi yang memanfaatkan media massa untuk membentuk, membina serta mempertahankan pendapat umum (opini public). Kehadiran media massa pada masyarakat yang berkembang termasuk Indonesia mempunyai arti yang sangat penting, dan diyakini sebagai salah satu pilar demokrasi. Media massa telah menjadikan jarak psikologis dan jarak geografis semakin kecil dan sempit, dan kejadian diberbagai tempat diketahui secara cepat dengan adanya media massa, seperti radio, televisi, surat kabar dan sebagainya.

Partisipasi Politik

Partisipasi politik dipahamami sebagai kegiatan sukarela (tanpa paksaan) warga negara dalam proses politik. Seorang tokoh partisipasi Herbet McClosky mengungkapkan pengertian Partisipasi politik, sebagai berikut :
Partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga negara melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (The term political participation will refer to those voluntary activities by which members of society share in the selection of rulers and, directly, in the formation of public policy).

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson memberi definisi lebih luas dengan memasukkan secara eksplisit tindakan ilegal dan kekerasan.
Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. (By political participation we mean activity by private citizens designed to influence goverment decision making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective).

Prof. Miriam Budiardjo mengungkapkan definisi secara umum partisipasi politik, adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan tersebut tersebut mencakup tindakan seperti pemberian suara dalam pemilihan umum, menghadiri kampanye politik, mengadakan hubungan atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota legislatif, menjadi anggota partai politik, demonstasi, dan sebagainya.

Partisipasi politik warga negara sangat dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik yang ada. Dalam hal ini Richard L. Johannesen (1996) mengutuip John Orman, dalam bukunya Etika Komunikasi, menyebutkan :

Ketika kepercayaan terhadap sistem politik menurun, dukungan terhadap rezim yang berkuasa juga menurun; oleh karena itu kebohongan presidensial yang tersebar luas dapat melemahkan fondasi sistem politik yang stabil.

Dalam kasus-kasus pemilihan umum, legislatif, presiden, gubernur, bupati maupun walikota menunjukkan bahwa partisipasi politik masyarakat masih rendah dalam pemberian suara. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh keyakinan masyarakat bahwa pemilu yang dilakukan tidak mampu membawa perubahan terhadap kehidupan mereka, dan pemilu dianggap hanya sebagai janji-janji kosong seorang calon pemimpin rakyat.

Komunikasi politik dalam hal ini harus mampu memainkan perannya dalam proses sosialisasi politik di tengah-tengah masyarakat mendorong dan menyakinkan masyarakat secara luas, akan pentingnya peran serta mereka dalam proses politik khususnya pada pemilihan umum. Dalam hal ini, tidak salah jika dikemukakan bahwa segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses sosialisasi politik bagi anggota masyarakat yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam aktivitas komunikasi politik. ....... (jk)

1 komentar:

  1. kalau boleh tau refrensinya darimana ya ini, klo memang dari buku apa, siapa pengarangnya mas,

    BalasHapus